LOGU SENHOR, Devosi Merunduk Dibawah Salib Senhor

gereja katolik

Siang itu Jumat Agung 25 Maret 2016, ratusan umat Katholik memenuhi Gereja St. Ignatius Loyola, Desa Sikka, Keuskupan Maumere, Flores. Umat yang datang, bukan hanya dari desa Sikka namun juga dari luar desa Sikka, bahkan ada yang berasal dari luar Indonesia. Desa Sikka terletak di sebelah Selatan, pesisiran kabupaten Maumere dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dari Kota Maumere. Kehadiran umat tentunya ingin mengikuti devosi husyuk yang terjaga turun temurun di tanah ini, yaitu Logu Senhor (Logu = merunduk, Senhor = Tuhan) merunduk di bawah Salib Tuhan. Semua umat yang hadir mempunyai intensi khusus, mengenakan busana berwarna gelap, dan uniknya 75% umat mengenakan kain tenun ikat yang menambah keeksotikan prosesi ini. Umat yang mau mengikuti prosesi ini harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di panitia dengan biaya pendaftaran Rp 10.000,- dan jangan lupa untuk membawa lilin ya.

Bacaan Lainnya

Menurut seorang Panitia, Gregorius Tamela, bahwa jumlah umat yang hadir selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2015 misalnya ada empat ratusan orang sedangkan tahun 2016 mencapai jumlah peziarah mencapai enam ratusan orang
Salib Tuhan yang disimpan dalam sebuah peti ditandu oleh 4 orang pria yang berasal dari keturunan keluarga Dara Bogar. Kali ini yang bertugas adalah Thomas Edison Selong Karwayu, Vinsensius Quirinus Karwayu, Kanisius Luis Karwayu, dan Constantinus Wihelmus Karwayu. Para pengusung ini mengenakan Lipa Lesu yakni kemeja hitam dengan kain sarung berwarna gelap dan destar sebagai pengikat kepala.

Selain keempat pria Dara Bogar yang bertugas secara turun temurun untuk mengusung atau disebut dengan Witi Senhor, ada 10 orang wanita yang juga menggunakan pakaian serba hitam yang menambah kesan kedukaan dan peratapan. Kesepuluh orang wanita ini selalu berada di samping peti Senhor ketika ditahtakan di altar gereja ataupun di setiap irmida (perhentian).

SEJARAH SINGKAT LOGU SENHOR

“Mengapa masyarakat di tanahku selalu ada kematian dan penderitaan? Adakah tempat di luar sana yang tidak ada kematian dan penderitaan?”, pikir Moang Alesu yang adalah tokoh pemimpin masyarakat di tanah Sikka. Bermodalkan keresahan hatinya akan hal tersebut, ia memutuskan untuk pergi mengembara di Waidoko, Maumere. Dahulu, Waidoko merupakan tempat singgah bagi kapal-kapal Portuguese yang berlayar. Moang Alesu berjumpa dengan seorang Anak Buah Kapal (ABK), berbincang dan bertanya apakah mungkin di tempat mereka tidak ada penderitaan dan kematian. ABK tidak memberikan jawaban pasti, namun ia mengajak agar Moang Alesu boleh mengikuti mereka berlayar ke Tanah Malaka. Moang Alesu mengiyakan untuk berlayar ke tanah Malaka dengan harapan dapat menemukan jawaban dari keresahan hatinya. Sesampainya di tanah Malaka, Moang Alesu berjumpa dengan Gubernur Malaka. Tujuannya hanya satu, menanyakan apakah ada tempat di mana tidak terdapat penderitaan dan kematian? Gubernur Malaka menjawab bahwa di dunia ini tidak ada tempat yang tidak terdapat penderitaan dan kematian. Namun, ada kehidupan abadi setelah kematian yang hanya bisa ditempuh dengan jalan mau menerima salib, percaya akan Kristus dan belajar iman Katholik. Moang Alesu mengiyakan apa yang ditawarkan. Ia belajar untuk percaya kepada Yesus dan agama Katholik. Selang waktu berlalu, Moang Alesupun dibaptis dan diberi nama Don Thomas Alexius (Alesu) Ximenes da Silva. Gubernur Malaka pun memberikan gelar Raja karena beliau adalah tokoh pemimpin di tanahnya, Raja Don Thomas Alexius (Alesu) Ximenes da Silva. Selain Sakramen Permandian, Raja Alesu pun menerima sakramen lainnya.

Merasa cukup dengan semua bimbingan rohani dan iman Katholik, Raja Alesu mohon pamit kembali ke desa Sikka dengan niat untuk mengajarkan kepada masyarakatnya mengenai iman Katholik yang percaya akan Yesus Kristus. Niat baiknya direspon dengan baik oleh Gubernur Malaka dengan memberikan seorang guru agama yang bernama Agustino Rosario da Gama unuk menemani Raja Alesupun kembali ke desa Sikka. Selain itu, Raja Alesupun mendapat hadiah Salib Senhor (Senhor = Tuhan) dengan corpus berukuran sekitar 75cm dan sebuah patung Menino (Patung Kanak-Kanak Yesus). Sekarang Salib Senhor disimpan di sebuah Kapela, di sebelah gereja St. Ignatius Loyola, Sikka, sedangkan patung Menino disimpan di rumah Andreas Hugo Pareira (seorang guru BP di SMA Negeri 1 Maumere).

Sesampainya di kampong Sikka, Raja Alessu bersama dengan guru agama Agustino Rosario da Gama mulai giat mengajarkan dan menyebarkan Injil dan iman Katholik kepada masyarakat setempat. Selain mereka, juga hadir imam-imam Dominican yang tentunya membantu masyarakat setempat untuk menerima sakramen-sakramen. Imam-Imam Dominican biasanya selalu berada di kapal-kapal Portuguese, memberi pelayanan rohani selama pelayaran. Masyarakat Sikka dibaptis oleh imam-imam Dominican di sebuah sumur yang letaknya tidak jauh dari gereja Sikka. Iman Katholik tumbuh subur di tempat ini, termasuk devosi Logu Senhor yang terus terjaga sampai sekarang. Namun Raja ke-12 Sikka yaitu Raja Andreas Jati da Silva beserta dengan imam yang melayani pernah memberhentikan tradisi ini karena masyarakat yang masih tidak mau bermati raga, seperti mabuk-mabukan dan judi, yang merusak kesakralan dan kedukaan dari Logu Senhor. Pada tahun 1893-1917, Pater Y. Engberst berhasil menghapus kebiasaan yang merusak kesakralan Devosi Jumat Agung ini, dan Logu Senhor kembali dilangsungkan setiap Jumat Agung.

“Logu Senhor ini sebenarnya adalah suatu bentuk Devosi akan kebaikan Allah Bapa, yang sudah merelakan Putra-Nya wafat di salib. Devosi kepada Yesus yang setia hingga wafat di salib. Itulah sejarah Logu Senhor yang kami adakan terus menerus setiap hari”, ujar Panitia Logu Senhor Gregorius Tamela, yang dengan penuh semangat menceritakan kisah Logu Senhor kepada penulis.

MERUNDUK DI BAWAH SALIB SENHOR

Sebelum prosesi Logu Senhor, terlebih dahulu diawali dengan Ibadah Jumat Agung pukul 15.00 WITA. Yang menarik dari Ibadah ini adalah pembacaan Kisah Sengsara Tuhan Yesus dalam bahasa daerah Sikka. Memasuki Liturgi Penghormatan Salib, umat dan petugas berarakn menuju Kapela Senhor yang berada di samping kiri Gereja St. Ignatius Loyola. Peti Senhor diusung oleh 4 pria dari Dara Bogar keluar dari Kapela Senhor, diikuti oleh 10 wanita yang berkabung, berarak masuk melalui pintu utama dan imam akan mengangkat Salib Senhor sambil bernyanyi “Lihatlah kayu salib tempat selamat dunia bergantung”. Pengangkatan Salib ini berlangsung sebanyak 3 kali yaitu di depan pintu masuk, di tengah dan di panti imam. Sesampainya di panti imam, salib Senhor dipersilahkan untuk dicium dan dihormati oleh umat. Kesepuluh wanita yang berkabung tetap duduk di sisi kiri dan kanan peti Senhor depan altar. Setelah selesai penciuman dan penghormatan salib, dilanjutkan dengan liturgi Komuni.

Usai Ibadah Jumat Agung, umat diberi jedah waktu selama 15 menit. Logu Senhor dimulai pukul 19.00 WITA dengan diikuti oleh lebih dari enam ratus peziarah. Devosi Logu Senhor diiringi oleh nyanyian dalam bahasa Latin menambah kehusyukan prosesi ini. Untuk tahun ini akan ada 7 kali Logu (merunduk). Awal di dalam gereja, lima kali di setiap irmida (perhentian), dan satu kali saat kembali ke gereja sebelum dikembalikan ke Kapela Senhor. Saat logu, umat dipersilahkan menyentuh peti Senhor dan mengucapkan intensi khusus. Kemudian merunduk dan melewati usungan Senhor sambil membawa lilin yang menyala di tangan. Dengan merunduk, umat diharapkan mampu menyatu dengan kedukaan dan wafat Yesus. Dengan merunduk menunjukan bahwa kita sadar akan alasan Ia yang adalah Putera Allah mau wafat di kayu salib.

Jumlah irmida tidak selalu sama setiap tahun, bergantung dari keputusan Panitia. Tahun ini, panitia menyiapkan 5 irmida. Irmida pertama Yesus berdoa di taman Getzemani, irmida kedua Yesus dijatuhi hukuman mati, irmida ketiga Veronika mengusap wajah Yesus, irmida keempat Yesus jatuh untuk pertama kalinya, dan irmida terakhir Yesus wafat di kayu salib. Dari irmida satu ke irmida kedua, kita akan melihat patung Menino yang di tempatkan di depan rumah Hugo Pareira. Akan ada adegan jalan salib Tuhan Yesus di setiap irimida. Saat keluar dari gereja, keempat pria Dara Bogar akan menyerahkan peti Senhor kepada petugas di irmida pertama (yang memakai pakaian serba ungu dengan topi yang berbentuk kerucut). Keempat pengusung pengganti ini adalah petugas yang diambil dari wilayah yang sudah ditugaskan. Setiap irmida akan ada pengusung pengganti, hingga nanti saat kembali ke gereja akan dikembalikan lagi ke keempat pria Dara Bogar. Jadi keempat pria Dara Bogar bertugas saat mengeluarkan peti Senhor dari Kapela Senhor menuju ke panti imam, Logu Senhor yang pertama kali di dalam gereja, menerima kembali peti Senhor ke dalam gereja, Logu Senhor terakhir setelah berkat penutup, dan mengembalikan peti Senhor ke Kapela Senhor. Urutan perarakan Logu Senhor adalah petugas pembawa lilin, umat, kesepuluh wanita yang berkabung, misdinar, Peti Senhor beserta Witi Senhor, imam dan petugas.

Di sepanjang jalan yang dilewati prosesi ini dihiasi dengan lilin yang dipasang pada masing-masing rumah. Selain lilin, ada juga gambar-gambar kudus dan patung. Anak-anak SD memainkan perannya dalam “tablo bisu” yakni peragaan diam dari beberapa perhentian jalan salib Yesus, misalnya Yesus berjumpa dengan Ibu-Nya. Akan ada tablo atau drama di setiap irmida. Setelah tablo akan diberikan renungan oleh Romo, lalu mengangkat Salib Senhor dan memberkati umat. Kemudian membaringkan kembali Salib Senhor ke dalam peti dan umat dipersilahkan untuk Logu Senhor.

Di setiap irmida dinyanyikan Ovos Omnes. Petugas membawa gambar wajah Yesus yang menderita yang ditutup tirai putih. Ketika dinyanyikan Ovos Omnes, petugas dengan perlahan-lahan membuka tirai yang menutup bingkai gambar. Di sebelah kiri dan kanan petugas ada 2 orang yang bertugas membawa obor. Untaian doa selalu didaraskan di sepanjang prosesi Logu Senhor. Saya sempat merinding saat berada di irmida terakhir dengan adegan penyaliban dan wafat Yesus. Nyanyian Ovos Omnes terdengar sangat menusuk hati.

Saat peti Senhor dikembalikan ke Kapela Senhor, maka berakhirlah pula devosi Logu Senhor. Waktu menunjukan pukul 13.20 WITA. Umat kembali ke rumah masing-masing, termasuk peziarah yang datang dari kota Maumere.

Merunduklah di bawah Salib Senhor jika engkau sadar dirimulah alasan utama Ia wafat di kayu salib hina. Jika Ia saja mau wafat untuk kita, mengapa kita tidak mau merendahkan hati kita,merunduk dan menyatu dengan sengsara dan wafat-Nya? Pandanglah Salib itu dan merunduklah di bawah salib Senhor. (Penulis : Ooz Gobang/42na)

Pos terkait