Marianus Sae Dilarang Menggunakan Penasehat Hukum Pemerintah

Jakarta, Savanaparadise.com,- Bupati Ngada Marianus Sae tidak boleh menggunakan Aparat Hukum Pemda sebagai Penasihat Hukum ketika diperiksa sebagai tersangka di Polda NTT dalam kasus penutupan bandara Soa beberapa waktu lalu.

Pasalnya, pertanggungjawaban pidana yang dimintakan kepada Marianus Sae saat ini adalah pertanggungjawaban sebagai pribadi. Karena itu sebaiknya ia didampingi oleh Advokat-advokat di luar Pemda.

“Apalagi aparat Hukum Pemda bukanlah advokat yang profesional di bidang pembelaan perkara pidana. Selain itu, tindak pidana yang disangkakan kepada Bupati adalah tindak pidana atas nama pribadi sehingga pertanggungjawabannyapun adalah sebagai pribadi, karena itu Marianus Sae tidak boleh menggunakan fasilitas dan aparat Pemda untuk bertindak sebagai Pembela dan Penasehat Hukumnya,” ujar koordinator TPDI Petrus Selestinus yaang dihubungi wartawan dari Kupang, Minggu (5/1/2014).

Petrus Selestinus mengatakan, Pemda Ngada harus hati-hati dalam bertindak ketika menghadapi persoalan hukum ini, terutama harus bisa memilih dan membedakan mana yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah atau sebagai tindakan pemerintah dan mana yang menjadi tanggung jawab pribadi atau sebagai tindakan pribadi yang berimplikasi kepada pertanggungjawaban pidana sebagai pribadi.

“Dalam catatan TPDI hingga hari ini tidak pernah ada proses permintaan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi kepada Pemerintah Kabupaten Ngada, karena di dalam hukum pidana dewasa ini terdapat dua macam pertanggungjawaban pidana dimana selain orang perorang sebagai subyek hukum, juga pertanggungjawaban korporasi, artinya badan hukum perdata atau badan hukum publikpun bisa dimintai pertanggungjawaban pidana yang dikenal dengan tanggung jawab korporasi,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Petrus, baik penyidik Polri maupun Marianus Sae harus hati-hati didalam menerapkan pola pertanggungjawaban dalam tindak pidana penerbangan ini, apakah Marianus Sae dimintai pertanggungjawaban pidana sebagai Bupati Ngada sebagai korporasi atau Marianus Sae sebagai pribadi yang dimintai pertanggungjawaban pidana. Menurut Petrus, pertanyaan ini sangat relevan dengan sangkaan pasal 421 KUHP yang dialamatkan kepada Marianus Sae sebagai Bupati Ngada.

Menurut TPDI, kata Petrus, penggunaan pasal 421 KUHP terhadap Marianus Sae sebagai Tersangka juga bisa menimbulkan perdebatan di dalam persidangan atau jug ketika berkas perkara pidana ini memasuki tahap Pra Penuntutan. Pasalnya, yang menjadi predikat crime dalam kasus in adalah tindak pidana penerbangan yang diatur di dalam UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan sebagai lex specialis dari tindak pidana umum yang telah diatur dalam KUHP.

“Penyidik harus hati-hati menerapkan pasal 421 KUHP, karena di dalam prinsip hukum pidana dikenal adanya ketentuan hukum yang khusus menggeser atau menganulir ketentuan hukum umum yang berlaku sebelum lahirnya UU khusus sepertihalnya UU Penerbagan No. 1 Tahun 2009 tersebut,” jelas Petrus.

Ia juga mengatakan, Bupati Ngada Marianus Sae seharusnya dikenakan pasal 421 ayat (2) UU Penerbangan jo. Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP sebagai orang yang turut serta melalukan pemblokiran Bandara Turulelo Soa. “Apa yang dilakukan oleh 16 Anggota Satpol PP Ngada pada tanggal 21 Desember 2013 di Bandara Soa itu tidak dapat dipisahkan dari perintah Marianus Sae pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 16.00 wita.

Pertanyaannya apakah perintah pemblokiran bandara soa pada tanggal 20 Desember 2013 itu sebagai perintah seorang Bupati kepada aparat Satpol PP sebagai bawahan dalam rangka menjalan tugas sebagai Satpol PP atau perintah itu sebagai seorang pribadi yang menyalahgunakan wewenang sebagai Bupati yang juga menyalahgunakan fungsi aparat Satpol PP. Problem-problem yuridis seperti inilah yang harus menjadi pertimbangan dan pengkajian yang mendalam oleh Penyidik dan Marianus Sae,” katanya.

Untuk itu, menurut Petrus, selain penyidik, maka Marianus Sae harus juga sebaiknya menggunakan Ahli pidana untuk memberikan pendapat hukum agar tidak menjadi korban kriminalisasi atau politisasi hukum dalam proses pidana yang saat ini sedang dilakukan oleh penyidik Polda NTT. Dia juga mengatakan, publik harus mendukung kerja Polda NTT dan Polres Ngada dalam kasus ini, oleh karena potensi terjadinya politisasi dan kriminalisasi yang diakibatkan oleh adanya intervensi dari kekuatan politik di luar Polri akan sangat besar, karena bagaimanapun secara real politik, Marianus Sae adalah kader PAN yang menjabat Bupati, sebentar lagi akan memasuki tahun politik baik pemilu legislatif, pilpres maupun Pemilukada Bupati Ngada, yang sarat dengan tarik menarik kepentingan dan intervensi yang berpotensi untuk merusak proses hukum yang tengah terjadi.

Petrus menambahkan, dukungan publik, kontrol publik dan profesionalisme Penyidik Polda NTT dan Polres Ngada bisa menjadi sebuah kekuatan yang terpadu dan bersinergi, untuk menangkal dan mencegah intervensi yang bersifat mempolitisasi atau mengkriminalisasi Marianus Sae dan Kepentingan Publik yang sedang diuji dalam kasus ini.

“TPDI tetap berkepentingan dengan proses hukum yang fair dan bermartabat, karena itu TPDI akan secara konsisten mendorong agar di dalam proses hukum terhadap Marianus Sae dan Kepentingan Publik, Hukum Adat dan Lembaga Adat Ngada harus menjadi bagian terdepan dalam menjaga dan mengawal proses hukum yang sedang berjalan. Caranya adalah harus ada dialog antara Bupati Maianus Sae dan Warga Ngada sebagi represantasi dari pihak korban pemblokiran yang dimediasi oleh para Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat Ngada sebagai Mediator, sekaligus mencari formula adat untuk mengakomodasi kepentingan lebih besar untuk Ngada dimasa yang akan datang yaitu secara bertahap mengubah struktur keadilan sosial yang selama ini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat kecil sebagai yang punya kedaulatan,” katanya.(Ren/SP)

Pos terkait