93 % Warga Kabupaten Nagekeo Tidak Tahu Mekanisme Pengurusan Akta Kelahiran

Nagekeo, Savanaparadise.com,- Hampir seluruh warga di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), belum memahami mekanisme dan prosedur pengurusan Akta Kelahiran. Akibatnya, masih banyak anak-anak yang belum memiliki Akta Kelahiran. Demikian hasil kajian Plan Indonesia Program Unit (PU) Nagekeo, selama 3 bulan terakhir, yang dipaparkan dalam workshop di Hotel Sinar Kasih, Mbay, Kamis (20/9/2012).

Workshop itu dihadiri Wakil Ketua DPRD Nagekeo, Thomas Tiba, sejumlah pimpinan SKPD Tingkat Kabupaten Nagekeo, para camat, Kepala Desa dan Lurah, tokoh masyarakat. Toko agama dan stakeholder lainnya. Kegiatan workshop itu dibuka oleh Bupati Nagekeo, Yohanis S. Aoh yang diwakili Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Nagekeo, Gaspar Djawa.

Sri Suharyatie, konsultan assessment menjelaskan, dengan mengambil sampel di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Aesesa, Aesesa Selatan dan Nangaroro, terungkap, 93,41 % warga mengaku tidak tahu mekanisme dan prosedur mengurus Akta Kelahiran, Kondisi ini diperparah dari ketidaktahuan warga akan pentingnya kepemilikan Akta Kelahiran, Dari sekitar 450 responden yang tersebar di ketiga kecamatan itu, semuanya (100 %) menyatakan tidak tahu apa arti pentingnya Akta Kelahiran bagi mereka.

Begitupun di tatatan para pejabat daerah atau pegawai di lingkup pemerintahan daerah, ternyata hanya setengahnya atau sekitar 57,14 % yang mengaku telah memahami arti pentingnya Akta Kelahiran, termasuk kerangka hukumnya. Sisanya, 42,86 % belum memahami kerangka hokum arti penting Akta Kelahiran.

Akibatnya, dari 50.051 orang anak di kabupaten Nagekeo, baru 5,378 atau 10,75 % yang memiliki akte kelahiran. Sementara 89,25 % anak belum mendapat hak identitas sebagai warga negara

Walau demikian, telah ada regulasi yang cukup memadai, mulai dari tingkat nasional, hingga daerah. Bahkan perhatian DPRD dan Pemerintah Daerah Nagekeo terhadap pelayanan Akta Kelahiran ini sudah sangat memadai dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2009. Perda itu telah mengakomodir struktur orgnisasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) untuk mendekatkan pelayanan pengurusan Akta Kelahiran di 7 kecamatan se kabupaten Nagekeo. Juga telah adanya Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, serta Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang Retribusi penggantian biaya cetak Akta Kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Namun demikian, ternyata pelayanan Akta Kelahiran sejauh ini masih terpusat di kantor Pencatatan Sipil di Mbay dan masih menjadi satu bagian dengan pelayanan pendaftaran penduduk. Disamping itu, waktu pelayananan pengurusan akte juga terbatas, yakni hanya hari Senin-Kamis saja. Sedangkan hari Jumat dan Sabtu loket pelayanan hanya dibuka untuk pengambilan akte atau KTP. Hal ini, menurut data assessment itu, nampaknya ikut dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman menyangkut kelembagaan dan terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM).

Diperoleh juga data, di antara para pejabat atau pegawai yang diwawancarai, ternyata hanya 28,57 % yang mengaku telah memahami kelembagaan dalam pengurusan Akta Kelahiran, sedangkan 57, 14 % mengaku tidak paham dan 14,29 % mengaku tidak tahu. Menyangkut kerjasama antar lembaga, juga belum terbangun secara baik. Misalnya saja, pencatatan kelahiran bisa dibantu juga oleh bidan yang membantu kelahiran namun sejauh ini belum ada perjanjian kerjasama antar Dinas Kesehatan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.

Menyangkut bagaimana penyimpanan data terkait Akta Kelahiran di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nagekeo, ternyata tidak semua staf memahami penyimpanan data yang baik. Ada sekitar 42,86 % staf tidak memahami pentingnya penyimpanan data dan pembentukan data base pelayanan Akta Kelahiran sebagai data vital kependudukan.

Dengan adanya hasil assessment ini, jelas Manejer Plan Indonesia Program Unit Nagekeo, Yahya Ado, diperoleh gambaran yang jelas menyangkut sistem pencatatan kelahiran dan permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Nagekeo untuk bersama pemerintah daerah mencari jalan keluarnya. Seperti halnya di beberapa daerah lain, jelas Yahya, Plan Indonesia mengembangkan program yang mendorong pemerintah daerah untuk mendekatkan pelayanan Akta Kelahiran kepada masyarakat melalui UPTD dan bidan penolong kelahiran melalui sistem jemput bola.

“Kita berharap, dengan adanya sistem pencatatan kelahiran yang baik, maka semua anak di daerah ini dapat memiliki Akta Kelahiran yang merupakan haknya sebagai warga negara,” jelas Yahya.(*/Elas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan