Soal Pengerusakan Terhadap Bangunan Lama Polindes, Ini Tanggapan Pj. Kepdes Kolipadan

Lewoleba, Savanaparadise.com,- Tuduhan Pj. Kepala Desa Kolipadan terhadap dua warga yang dinilai telah melakukan pengerusakan terhadap bangunan lama Polindes semakin panas. Usai melaporkan kedua warga kepihak berwajib yang berujung damai, kali ini Pj. Kades Kolipadan melakukan sanggahan atas pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua warga bahwa laporannya itu tidak memiliki cukup bukti sehingga pihak Polres Lembata menempu jalan damai.

Hal tersebut dibantah oleh Pj. Kepala Desa Ibrahim Kader. Ia menjelaskan, awal mulanya, sebelum Kejadian, saudara Irfan mendatangi saya sebanyak dua kali menyampaikan hal bahwa, dia akan buka usaha Game PS dan Polindes akan digunakan sebagai tempat usahanya.

Bacaan Lainnya

Menurut Pj. Kades Kolipadan, setelah mendengar penjelasan Irfan, dirinya menyampaikan ke Irfan perihal bangunan Polindes yang dibangun sejak tahun 1997 dan proses seperti apa sebagai Pj. Kades dirinya juga tidak tahu.

“Saya sampaikan ke beliau bahwa bangunan Polindes di bangun sejak tahun 1997. Jadi soal prosesnya seperti apa waktu itu kita semua tidak tau. Saya kemudian bilang tunggu kita rapat dengan para mantan kepala desa dan tokoh masyarakat dulu, nanti hasilnya seperti apa baru saya sampaikan lagi di ade dan keluarga”, jelas Ibrahim.

Pj. Kades Kolipadan menerangkan, sesudah bincang-bincang dengan Irfan, kita lakukan pertemuan, hasil dari pertemuan itu,  saya perintahkan salah satu staf menemui keluarga untuk menyampaikan hal tersebut.

Namun, dalam perjalanan saudara Irfan membuat surat pemberitahuan bahwa pemerintah segera memindahkan bangunan itu karena mereka mau bangun usaha di lokasi tersebut.

“Saya terima surat tanggal 18 Januari dan tanggal 19 pagi saya lakukan pertemuan dengan Lembaga Adat, pemangku ulayat Desa Kolipadan, Mantan Kepala Desa tahun 1997. Hasilnya bahwa Lokasi tersebut sudah di bangun bangunan umum jadi tidak bisa di ganggu gugat”, terang Ibrahim.

Menurut tanggapan beberapa tokoh, kata Pj. Kades,  kalau mau buka usaha atau bangun rumah maka tuan tanah( pemangku ulayat) siap memberikan lokasi untuk tujuan mereka itu. Tapi bukan Pemerintah Desa yang menyediakan lahan.

“Saya utus salah satu aparat menyampaikan hasil itu pada tanggal 19 Januari malam itu juga”, ungkap Ibrahim.

Soal tanah pemangku ulayat tidak mau bicara itu milik siapa sebab kolipadan di bangun dan pembangunan waktu itu masih dalam kuasa tunggal yang hak sepenuhnya penunjukan lokasi pembangunan ada pada pemangku ulayat dan menurut pemangku ulayat bahwa lokasi itu adalah lahan kosong maka di bangunlah Polindes itu, terang Ibrahim.

Jawaban dari keluarga mereka bahwa kalau begitu nanti mereka ketemu penguasa ulayat dulu.

“Saya menunggu proses mereka ke pemangku ulayat tapi tak kunjung ada yang terjadi adalah mereka melakukan pengerusakan (membongkar atap) pada tanggal 26 Januari sekitar pkl 17.30”, ungkap dia.

Ia menjelaskan, atas kejadian itu, demi menjaga situasi keamanan maka saya melaporkan ke kepolisian Lembata.

“Barang bukti di bawa ke polres dan pelaku juga di bawa ke polres. Besok siang setelah diambil keterangan lalu di pulangkan”, ujarnya

Lanjut Ibrahim, bukan tidak cukup bukti sehingga 2 warga dipulangkan oleh Polres Lembata, namun jelas dia, saya selaku Penjabat lebih berpikir pada soal kebijakan. Memaafkan perilaku anak muda yang berpendidikan tapi tidak beretika dan Tidak menghargai proses.

“Sekali lagi saya tekankan bukan kurang cukup bukti”, tegasnya.

Ia mengatakan saya persilakan mereka membawa persoalan ini ke rana Perdata. Karena soal tanah ada sejarah penelusurannya serta kalau bangunan jelas itu milik Desa.

Saya memafkan mereka dan para pelaku memperbaiki bangunan yang di bongkar dan selanjutnya bangunan itu tetap dalam penguasaan Pemerintah Desa Kolipadan dan untuk sepanjutnya tetap di gunakan oleh pemerintah Desa sampai ada amar keputusan terkait kepemilikan lokasi tanah tutup Kader.

Sementara itu Irfan ketika ditemui SP membantah tuduhan Pj. Kades Kolipadan. Jelas Irfan seperti yang diatur dalam Pasal 406 KUHPidana, jika kita lihat unsur dalam Pasal 406 KUHP, ada empat (4) unsur yang harus dipenuhi diantaranya;

1. barang siapa

2. dengan sengaja dan melawan hukum,

3. melakukan perbuatan menghancurkan, merusakan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu,

4. barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain.

Apabila semua unsur dalam Pasal tersebut terpenuhi, maka pelakunya dapat dihukum pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan, jelas Irfan.

Irfan juga menjelaskan unsur pasal dalam Pasal 406 KUHP berlaku secara komulatif, jika salah satu unsurnya tidak terpenuhi maka pelaku tidak dapat di pidana.

“Masa orang melakukan renofasi atap yang bocor diganti dengan atap yang baru dibilang merusak, yang benar saja bapak penjabat kades, kan bisa dipilahkan mana yang masuk ranah Pidana mana yang masuk ranah perdata atau yang lainnya”, tegasnya

Lanjut Irfan, Pak Pj. Kades musti bisa membedakan antara barang bukti dan alat bukti, masa palu dan seng dianggap sebagai alat bukti, yang benar saja. Palu dan seng itu barang bukti bukan alat bukti.

Kemudian Irfan menjelaskan, untuk bisa mempidanakan orang itu, dilihat apakah perbuatan itu tergolong perbuata pidana atau bukan, kemudian jika perbuatan itu perbuatan pidana maka wajib kantongi minimal dua (2) alat bukti, Ungkapnya.

Kami punya bukti alas hak berupa sertifikat hak milik. jika Pj. Kades Kolipadan mengklaim bangunan itu milik desa Kolipadan apa buktinya.? Apakah terdaftar dalam aset Desa Kolipadan atau tidak.

Saya menduga sekedar klaim sepihak tanpa mengkantongi buki surat, karena yang kami tau bangunan tua itu aset pemda Flotim yang sampai hari ini belum pernah dialihkan alas haknya dari pemda Flotim ke pemdes Kolipadan, Ujar Irfan.

Mengenai sejarah bangunan itu, dulu kakek kami Umar Mitem Lamabelawa meminjamkan tanahnya kepada Pemda Flotim untuk dibangun Polindes karena Pemdes Kolipadan saat itu tidak mempunyai tanah strategis yang dapat dibangun bangunan itu.

Menurut penuturan (wasiat) kakek kami, jika bangunan itu tidak lagi digunakan maka sebagai pemilik tanah kami ambil kembali, karena kami tidak pernah menyerahkan tanah tersebut untuk menjadi milik pemerintah desa Kolipadan, ini pesan almahrum.

Perlu diketahui juga pada saat kami mengusulkan untuk dilakukan sertifikasi atas tanah kami tersebut pada tahun 2007 lalu, tidak ada persoalan, Pemdes Kolipadan tidak pernah menegur atau menghalang-halangi pihak kami, pemdes kolipadan malah mempermudah kami untuk menyiapkan segala dokumen pendukung sehingga sertifikat hak milik kami dapat diberikan pihak kementrian BPN/ATR.

Irfan menerangkan bahwa bukti sertifikat hak milik yang dimiliki keluarganya diberikan oleh Negara melalui Kementrian BPN/ATR.

Sertifikat itu bukti autentik bukan surat biasa dan musti dipahami juga oleh Pj. Kades Kolipadan bahwa tanah itu telah mempunyai alas hak yang diberikan oleh Negara.

Saya mempersilahkan Jika pihak Pj. Kades Kolipadan keberatan dengan alas hak yang kami miliki, silahkan uji ke lembaga Peradilan, kami akan hadapi.

Penulis: Pangke Lelangwayan

Pos terkait